Rabu, 26 Maret 2008

JIWA PONDOK PESANTREN

Realita yang telah menghampiri diri ini ialah disaat ingin lulus dari pondok pesantren, saya berbicara kepada kedua orang tua saat menjelang kelulusan.

Ayyub : Ayah... saya setelah keluar dari pondok, saya ingin meneruskan ke pondokan Jawa
Ayah : Jangan !!! kamu lebih baik kuliah di UIN
Ayyub : Ayah... kira-kira saya hanya dua tahun lagi mondoknya, setelah itu kuliah
Ibu : Kalau kamu ingin mondok lagi silahkan cari uang sendiri....

Dengan pernyataan yang singkat itu, saya mengikuti perintah mereka. Kemudian setelah saya lulus dari pondok, jiwa kepondokan di dalam diri saya masih melekat hingga waktu ospek di UIN saya megalami Depresi. Di waktu ospek hari pertama saya tidak mengikuti, hingga bapak saya menasehati agar mengikuti ospek tersebut. Hari kedua hingga akhir ospek tersebut saya mengikutinya dengan penuh khidmat, setelah ospek berlalu rasa sakit yang saya derita semakin bertambah. Akhirnya ayah saya memanggil Dokter untuk memeriksa, setelah diperiksa oleh dokter lalu dokter tersebut bilang kepada ayah "ini pak, anak bapak kebanyakan pikiran", sahut saya "Dok !!! yang namanya orang hidup pasti banyak pikiran" dan Dokter tersebut pun hanya tersenyum saja.Terus-menerus kesembuhan tak kunjung datang, sayapun dibawa oleh ayah saya untuk pergi ke rumah sakit, Yang bernama "Rumah Sakit Husada" kemudian seorang dokter rumah sakit itu memeriksa darah saya kemudian setelah itu tes urine, dikala itu saya memang tidak ada rasa ingin buang air kecil, dokterpun memaksa. Akhirnya saya pun pulang kerumah dan dibelakang saya, saat itu kakak ipar saya membuntuti dari belakang, sampai dirumah saya dipaksa untuk membuang air kecil ditabung untuk dites urine dan diprediksikan oleh dokter tersebut saya mengalami gejala Demam Berdarah.
Para pembaca...mari kita petik hikmah yang terselubung dari kisah yang pernah saya alami, bahwa setiap apapun perintah dari kedua orangtua selagi itu dalam koridor yang Allah ridho'i niscaya tidak akan menyesallah orang tersebut karena Allah yang memberkahi segala tugas/aktivitas yang diridho'i oleh orang tuanya tersebut. Memang secara sepintas bahwa pendapat kita(anak) adalah yang paling benar, akan tetapi pandangan orang tua lebih tahu dari pada anaknya, karena mereka yang terlebih dahulu merasakan berbagai pengalaman yang telah ditempuhnya. Oleh sebab itu segala aktivitas apapun/sehina apapun pekerjaan tersebut selagi dalam bingkai keridhoan orang tua, maka jalanilah....

Selasa, 11 Maret 2008

Problema Remaja

Problema Remaja

Oleh : Akhmad Sudrajat M.Pd

Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time.

Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :

  • Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
  • Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
  • G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).

Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).

Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Problema yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :

Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.
Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.

Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.

Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.

Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.

Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.

Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.